Senin, 21 Mei 2012

Kemandirian Belajar



"BERDIKARI, berdiri di atas kaki sendiri!" Itulah yang diserukan founding fathers kita puluhan tahun lalu. Seruan itu menekankan perlunya kemandirian dalam berbagai sendi kehidupan. Kemandirian akan mengantarkan bangsa kita berdiri tegak sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Swasembada pangan pada tahun 1984, misalnya, telah mengantarkan bangsa kita pada posisi terhormat di FAO dan decak kagum bangsa-bangsa lain.
Sayang sekali, kemandirian itu kini lambat laun mengalami erosi dan degradasi. Mulai pribadi sampai institusi negara, tingkat kemandiriannya ber­ada pada level mengkhawatirkan. Ketergantungan negara kita pada utang luar negeri, bisa menjadi contoh. Rea­litas itu melemahkan kemandirian dan martabat bangsa. Padahal kemandirian identik dengan harga diri, daya juang, kerja keras, percaya diri, dan merdeka.
Kemandirian belajar, khususnya pelajar, sesungguhnya merupakan upaya strategis merajut masa depan diri dan bangsanya. Dari sikap ini diharapkan tumbuh kemandirian dalam bersikap, berwirausaha, berdemokrasi, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kemandirian belajar dapat diartikan sebagai suatu keadaan atau kondisi aktivitas belajar dengan kemampuan sendiri, tanpa bergantung kepada orang lain. Ia selalu konsisten dan bersemangat belajar di mana pun dan kapan pun. Dalam dirinya sudah melembaga kesadaran dan kebutuhan belajar melampaui tugas, kewajiban, dan target jangka pendek: nilai dan prestasi. Kondisi demikian telah menyadarkan mereka pada belajar sepanjang hayat, long life education.
Memang masih "jauh panggang dari api". Meski begitu bukan juga suatu perbuatan "mengukir di atas air". Deskripsi rendahnya kemandirian belajar para siswa terlihat pada masih tingginya ketergantungan belajar pada kehadiran guru di kelas, rendahnya usaha menambah wawasan dari berbagai sumber, fenomena mencontek tugas dan ulangan masih subur, belajar sistem kebut semalam, rendahnya minat baca, dan sepinya penggunaan sumber perpustakaan.
Untuk mewujudkan sikap tersebut perlu kesabaran, keteladanan, kesungguhan, kreativitas, ketulusan, kekompakan, koordinasi, dan konsistensi. Sebab, banyak faktor yang harus dibenahi. Para guru yang berada di garda depan pendidikan merupakan salah satu motor penggeraknya.
Ada beberapa masukan yang kiranya dapat dijadikan pertimbangan untuk dicobakan. Pertama, tantangan zaman. Para guru hendaknya menanamkan bahwa tantangan masa depan semakin berat dan kompleks. Agar dapat survive, para siswa harus membekali diri dengan kompetensi dan profesionalitas. Bekal itu hanya dapat dimiliki bila kemandirian belajar sudah melembaga dalam dirinya. Slogan-slogan yang dapat menggugah kesadara itu sepatutnya dipampang di tempat yang strategis.
Kedua, prinsip ajaran agama. Ajaran Islam menganjurkan dan meletakkan kemandirian pada posisi terhormat. Hadis Nabi Muhammad saw, bahwa "tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah", jelas menekankan pada kemandirian seseorang dalam segala sesuatu. Ketiga, ceritakan atau tunjukkan tentang perjalanan hidup orang-orang sukses dalam berbagai level. Pilihlah pula biografi tokoh remaja yang sukses dalam bidang tertentu.
Keempat, penerapan pendekatan, strategi, dan model pembelajaran di kelas yang "menumbuhsuburkan" gairah kemandirian belajar. Kelima, reward. Setiap orang, terlebih lagi siswa senang dengan pujian atau reward. Guru, orang tua, pemerintah, masyarakat sudah sepantasnya memberikan reward atas kemandirian siswa, apapun yang dicapainya. Keenam, arahkan kepada kemandirian lainnya. Bimbinglah bahwa sebenarnya kemandirian belajar berkorelasi dengan kemandirian lainnya seperti berwiraswasta, berdemokrasi, bermasyarakat, ber­bangsa dan bernegara.
Mewujudkan kemandirian belajar membutuhkan kesabaran dan ikhtiar yang tak kenal lelah. Namun percayalah, upaya ke arah itu sama halnya dengan meletakkan kerangka fondasi kemandirian bangsa dimasa mendatang. Tugas merintis dan memupuk kemandirian tersebut adalah suatu keniscayaan.*** 


0 komentar: