Menikah itu separoh dari agama, sebagaimana sabda Rasul Allâh SAW,
اِذَا تَزَوَّجَ اْلعَبْدُ فَقَدِاْستَعْمَلَ نِصْفُ اْلدِّيْنُ فَاْليَتَّقِ اللهَ فِي اْلنِّصْفِ الْبَاقِي . رَوَاهُ البَيْهَقِى.
“Apabila telah nikah seseorang, maka ia benar-benar telah
menyempurnakan seruan agama. Maka hendaklah ia takut kepada Allâh pada
separoh yang tinggal” (HR. Baihaqiy).
Pernikahan adalah ibadah yang sakral. Mempunyai risiko hukum.
Bimbingan agama menyebutkan, “Empat hal yang dibolehkan jika keempat
hal itu diucapkan, yaitu : “Thalaq, Memerdekakan (hamba sahaya), Nikah
dan Nadzar.”
Maka, “Tidak ada gurauan dalam keempat hal itu.”, demikian Ali bin Abi Thalib RA dalam riwayat Umar RA.
Hal yang terpenting dalam kehidupan di dunia ini adalah kebahagiaan,
melalui “proses penyempurnaan” ke arah pencapaiannya.
Di akhirat tidak lagi penyempurnaan, seperti yang dialami di dunia ini.
Maka, “Dunia tempat beramal, dan akhirat adalah tempat menerima ganjarannya”.
Kehidupan di dunia menjadi indah dan bahagia karena dihiasi empat hal.
sesuai hadits Rasulullah SAW,
أَرْبَعٌ مِنَ السَّعَادَةِ: اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، وَالْمَسْكَنُ
الْوَاسِعُ، وَالْجَارُ الْصَّالِحُ، وَالْمَرْكَبُ الْحَنِيْءُ
.وَأَرْبَعٌ مِنَ الشَّقَاءِ: الْجَارُ الْسُوءُ، وَالْمَرْأَةُ
السُّوْءُ، وَالْمَرْكَبُ الْسُّوْءُ، وَالْمَسْكَنُ الضَّيَّقُ.
(رَوَاهُ أَحْمَدٌ وَ إِبْنُ حِبَّانٌ).
“Empat hal yang merupakan kebahagiaan, yaitu: perempuan shalehah,
rumah yang luas, tetangga yang baik, kendaraan yang nyaman. Empat hal
yang merupakan penderitaan, yaitu: tetangga yang jahat, isteri yang
jahat, kendaraan yang buruk dan tempat tinggal yang sempit.” (HR. Ahmad
dan Ibnu Hibban).
Hadist ini menjelaskan bahwa perempuan yang shalehah itu adalah
perempuan yang patuh pada ajaran agama, setia pada suaminya, pandai
menjaga hati suaminya, pandai menjaga kehormatan dan martabat serta
keluarganya.
Kebahagiaan akan sirna ketika yang menjadi tetangga adalah orang jahat,
dan hidup didampingi isteri yang tidak setia.
Pernikahan menjamin keseimbangan dalam kehidupan, dengan adaya pasangan
suami-isteri. Memilih calon isteri atau suami, tidak mesti dari
keluarga terdekat.
Umar bin Khaththab menganjurkan, “Aghribu wa lâ tadhawwu” (carilah yang jauh/asing dan jangan kamu menjadi lemah).
Pernikahan akan merekat tali persaudaraan semakin luas. Menunda
pernikahan akan mengundang bahaya, sebagai dipaparkan Rasul Allâh SAW,
أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ الْفَمُ وَالْفَرْجُ (رَوَاهُ التُّرْ مُذِىوَإِبْنُ حِبَّانٌ فِى صَحِيْحِهِ)
“Yang paling banyak menjerumuskan manusia kedalam neraka adalah
mulut dan kemaluannya.” (HR. Al-Tirmidziy dan dia berkata hadits ini
shahih).
Sabda Rasul Allâh SAW mengingatkan, “Ada tiga faktor yang
membinasakan manusia yaitu mengikuti hawa nafsu, kikir yang melampaui
batas dan mengagumi diri sendiri (‘ujub).” (HR. al-Tirmidziy).
Allâh SWT amat meridhai pernikahan, dan menjanjikan mudah jalan untuk melaksanakannya,
تزويج العسر, لقوله تعالى: … إِنْ يَّكُونُوْا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ والله وَاسِعٌ عَلِيْمٌ.
“Kesulitan dalam pelaksanaan nikah, sebagaimana firman Allâh:
Yakinlah, jika kamu miskin Allâh akan memampukan kamu dengan karunia
(rezki-Nya), dan Allâh Maha luas (pemberian-Nya).” (HR. Buchariy).
Kandungan hadits Bukhâriy, Jilid 3, Juz 7, halaman 8 ini mendorong segera menikah sebab pernikahan menjaga kehormatan diri.
Nabi Muhammad SAW (570-632 H) , mendorong muda-mudi yang telah mampu, untuk melangsungkan pernikahan.
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ: قَالَ لَنَارَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ
اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَائَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ
لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ
بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ. (رَوَاهُ مُتَفَقٌّ عَلَيْهِ)
“Wahai para pemuda, siapa saja di antara kamu sudah mampu (lahir dan bathin) untuk berkeluarga, maka kawinlah. Sesungguhnya hal yang demikian lebih memelihara pandangan mata, memelihara kehormatan, dan siapa yang belum mampu untuk berkeluarga, dianjurkan baginya untuk berpuasa, karena hal itu akan menjadi pelindung dari segala perbuatan memperturutkan syahwat.”
(HR. Mutafaqq `alaihi).
0 komentar:
Posting Komentar