"BERDIKARI, berdiri di atas kaki
sendiri!" Itulah yang diserukan founding fathers kita puluhan tahun
lalu. Seruan itu menekankan perlunya kemandirian dalam berbagai sendi
kehidupan. Kemandirian akan mengantarkan bangsa kita berdiri tegak sejajar
dengan bangsa-bangsa lain. Swasembada pangan pada tahun 1984, misalnya, telah
mengantarkan bangsa kita pada posisi terhormat di FAO dan decak kagum
bangsa-bangsa lain.
Sayang sekali, kemandirian itu kini
lambat laun mengalami erosi dan degradasi. Mulai pribadi sampai institusi
negara, tingkat kemandiriannya berada pada level mengkhawatirkan.
Ketergantungan negara kita pada utang luar negeri, bisa menjadi contoh. Realitas
itu melemahkan kemandirian dan martabat bangsa. Padahal kemandirian identik
dengan harga diri, daya juang, kerja keras, percaya diri, dan merdeka.
Kemandirian belajar, khususnya pelajar,
sesungguhnya merupakan upaya strategis merajut masa depan diri dan bangsanya.
Dari sikap ini diharapkan tumbuh kemandirian dalam bersikap, berwirausaha,
berdemokrasi, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kemandirian belajar
dapat diartikan sebagai suatu keadaan atau kondisi aktivitas belajar dengan
kemampuan sendiri, tanpa bergantung kepada orang lain. Ia selalu konsisten dan
bersemangat belajar di mana pun dan kapan pun. Dalam dirinya sudah melembaga
kesadaran dan kebutuhan belajar melampaui tugas, kewajiban, dan target jangka
pendek: nilai dan prestasi. Kondisi demikian telah menyadarkan mereka pada
belajar sepanjang hayat, long life education.
Memang masih "jauh panggang dari
api". Meski begitu bukan juga suatu perbuatan "mengukir di atas
air". Deskripsi rendahnya kemandirian belajar para siswa terlihat pada
masih tingginya ketergantungan belajar pada kehadiran guru di kelas, rendahnya
usaha menambah wawasan dari berbagai sumber, fenomena mencontek tugas dan
ulangan masih subur, belajar sistem kebut semalam, rendahnya minat baca, dan
sepinya penggunaan sumber perpustakaan.
Untuk mewujudkan sikap tersebut perlu
kesabaran, keteladanan, kesungguhan, kreativitas, ketulusan, kekompakan,
koordinasi, dan konsistensi. Sebab, banyak faktor yang harus dibenahi.
Kedua, prinsip ajaran agama. Ajaran Islam menganjurkan dan
meletakkan kemandirian pada posisi terhormat. Hadis Nabi Muhammad saw, bahwa
"tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah", jelas menekankan
pada kemandirian seseorang dalam segala sesuatu. Ketiga, ceritakan atau
tunjukkan tentang perjalanan hidup orang-orang sukses dalam berbagai level.
Pilihlah pula biografi tokoh remaja yang sukses dalam bidang tertentu.
Keempat, penerapan pendekatan, strategi, dan model pembelajaran di
kelas yang "menumbuhsuburkan" gairah kemandirian belajar. Kelima,
reward. Setiap orang, terlebih lagi siswa senang dengan pujian atau reward.
Guru, orang tua, pemerintah, masyarakat sudah sepantasnya memberikan reward
atas kemandirian siswa, apapun yang dicapainya. Keenam, arahkan kepada
kemandirian lainnya. Bimbinglah bahwa sebenarnya kemandirian belajar berkorelasi
dengan kemandirian lainnya seperti berwiraswasta, berdemokrasi, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Mewujudkan kemandirian belajar
membutuhkan kesabaran dan ikhtiar yang tak kenal lelah. Namun percayalah, upaya
ke arah itu sama halnya dengan meletakkan kerangka fondasi kemandirian bangsa
dimasa mendatang. Tugas merintis dan memupuk kemandirian tersebut adalah suatu
keniscayaan.***
Senin, 21 Mei 2012
Kemandirian Belajar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar